JAKARTA, WIR@ – Komedian senior dengan ciri khas kumis kecil, Jojon, meninggal di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis ( 6/3/14) pagi sekitar pukul 06.00 WIB.
Humas Rumah Sakit Premier Jatinegara Sukendar tidak menyebutkan penyebab meninggalnya pria bernama asli Djuhri Masdjan. Sebelumnya, istri Jojon, yang biasa disapa Bunda Henny, mengabarkan bahwa suaminya meninggal karena sakit jantung.
Jenazah Jojon dibawa ke rumah duka di Jalan Puri Pangeran Nomor 3, Imperial Golf Estate, Sentul City, Bogor, pukul 09.00 WIB..
Jojon dilahirkan di Karawang, 5 Juni 1947 dengan nama Djuhri Masdjan. Dia merupakan anggota grup lawak Jayakarta bersama dengan Cahyo dan Uuk. Ciri khas kumisnya mengingatkan banyak orang dengan kumis Adolf Hitler atau Charlie Chaplin.
Siapa yang tak mengenal nama Jojon. Pelawak era 80-an ini ikut eksis bersama pelawak-pelawak lainnya, seperti Warkop DKI, Benyamin S, dan lainnya. Menilik perjalanan awal karirnya, Jojon memang mengawalinya dengan menjadi pemain ludruk dan sandiwara keliling.
Jojon mengawali karir sebagai seniman ludruk dan pemain sandiwara keliling sejak usia 12 tahun. Ia kemudian tampil sebagai pemain Reog Komwil Jakarta Timur di usia 20 tahun.
"Jadi waktu saya belum di Jayakarta (grup lawak), saya lebih dulu main di Reog dan sandiwara keliling dulu," kata Jojon ketika diwawancara Tukul Arwana di "Bukan Empat Mata" beberapa waktu lalu.
Darah seni Jojon memang sudah ada sejak dirinya remaja. Di tahun 1968 dirinya pernah mengikuti Reog Tradisional Jawa Barat.
"Saya memang bukan pemain utama. Tetapi setiap mentas, saya selalu mengundang perhatian biar ditarik ke tengah panggung. Saya juga pernah ikut kecapi lawak. Jadi main kecapi dengan konsep lawakan," kata Jojon.
Di kawasan Jawa Barat grup reog Jojon cukup tersohor. Suatu hari Jojon berkesempatan tampil di Taman Ria Monas. Dulu, ada pendapat seorang seniman belum teruji jika belum manggung di Taman Ria Monas. "Dulu, di Taman Ria Monas tempat kumpulnya seniman-seniman besar," kata Jojon.
Penampilan pertama Jojon mendapat sambutan meriah. Meski agak grogi, namun Jojon berhasil membawakannya dengan baik. "Dengan segala gangguan, baik suara jet coster maupun kebisingan lain, reog saya bisa meriah," ujar Jojon. Kebanggaan Jojon semakin besar saat bisa meramaikan suasana di Minggu malam.
"Dulu, malam Senin atau Minggu malam diistilahkan malam kuburan karena penontonnya paling sepi. Sebab besok paginya harus kerja. Nah, Reog saya dikasih kesempatan mengisi acara di hari itu oleh panitia. Tapi ndilalah (tak disangka) penontonnya bisa ramai," cerita Jojon.
Semakin hari penonton yang ingin menyaksikan reog tradisional Jawa Barat semakin banyak. Jadwal manggung Jojon bertambah. Sampai akhirnya, keberhasilan itu menarik perhatian banyak pihak, termasuk Cahyono. "Saya manggung 4 kali seminggu," kata Jojon.
Diceritakan oleh Jojon jika dirinya bertemu dengan Cahyono dan membentuk sebuah grup lawak. "Waktu itu dia sudah punya grup lawak sendiri, namanya Bintang Betawi," ujar Jojon. Suatu hari di tahun 1974, saya bertemu mereka di belakang panggung pertunjukan. "Saya kenalan dengan Cahyono saat sama-sama menunggu giliran naik panggung. Waktu kenalan biasa saja tidak ada obrolan-obrolan lain," kata Jojon.
Suatu hari Cahyono main ke rumah Jojon. Cahyono tertarik mengajak Jojon main sebagai bintang tamu di grupnya. Kebetulan grup Cahyono sedang mencari pemain. "Dia datang ngajak saya main di night club di Jalan Sabang," kata Jojon. Saat tiba di night club, Jojon merasa asing. "Bagaimana tidak. Saya baru kali itu masuk tempat begitu, mana remang-remang, jalan kesandung melulu," kenang Jojon.
Jojon lantas dikenalkan pada anggota grup yang lain. Sempat terjadi kesalahpahaman. "Saya ditanya sudah pernah main (melawak) atau belum. Ya saya jawab belum pernah. Kalau dia sudah pernah main reog di mana, saya jawab sudah," kata Jojon.
Jojon merasa diremehkan. Tapi justru itu yang membuatnya tampil lepas. Di panggung, Jojon bisa mengimbangi Cahyono. "Orang yang tadi meremehkan saya malah terus tertawa geli. Di akhir acara, mereka minta maaf karena sudah meremehkan saya," terang Jojon. Usai manggung, Cahyono ingin terus tampil bersama Jojon. "Dia tahu, kalau saya terus di reog, tidak akan berkembang pesat karena saya bukan pemain utamanya," papar Jojon.
Dari situ cikal bakal Jayakarta Grup lahir. "Bersama Cahyono, Ujang dan Cipto, saya merintis terbentuknya Jayakarta," kata Jojon. Selang beberapa lama, Jojon bertemu dengan pemuda bernama U’uk yang berprofesi sebagai pedagang kambing.
Melihat bakat lawak U’uk, Jojon mengajaknya bergabung di Jayakarta. Sementara Cahyono menemukan Djoni yang sering memerankan tokoh cewek dengan nama panggung Joyce. Namun di era 1983, Joyce wafat dan kemudian digantikan Suprapto yang dikenal sebagai Esther. (tim)
Index Berita
Features
Opini
Tekno
Lingkungan
Topik Berita
Nasional
Hukum
Daerah
Politik
Ekbis
Capres
Pilpres
Kesehatan
Korupsi
Pendidikan
Tekno
Feature
Etalase
Galeri
Kriminal
Pemilu
Video
Hiburan
Internasional
Opini
Selebrita
Sosok
Teroris
Wisata
Caleg
Internet
KPK
Kolom
Lingkungan
Otomotif
Pilgub
Bali
Banten
Budaya
Jatim
Kesra
Lampung
Media
Samsung
Susno Duadji
TV
Ujian Nasional
Aceh
Ayu Azhari
Bandung
Bandung Raya
Bansos
Batam
Bill Clinton
Bogor
Buruh
Century
Dada Rosada
Densus 88
Djoko Susilo
E-ktp
Edi Siswadi
Facebook
Garuda
Gaya Hidup
Gerhana
Gmail
Golkar
Habibie
Hambalang
Harry Tanoesudibyo
Hepatitis
Honda
Iklan
Imunisasi
Jaksa
Jateng
Jawa Timur
Jeffry Al Buchory
KASAD
KPI
Kabupaten Bandung
Kejaksaan
Kudus
Letjen Moeldoko
Limau Gadang
Mazda
Mentawai
Militer
Mudik
Narkoba
OKU
Pekanbaru
Penganiayaan
Penyiaran
Pilwalkot
Polri
Ponorogo
Prabowo
Puskesmas
SIM
Serang
Sumsel
Sutarman
Suzuki
TNI
Tokoh
Twitter
UN
Udang
Way Kambas
Yahoo